Sabtu, 29 September 2012

ARITMAJARI


Berhitung adalah salah satu keterampilan dasar yang perlu dimiliki seseorang sejak usia dini. Kadang orang tua sulit untuk mengajarkan proses perhitungan dasar, entah itu penjumlahan apalagi pengurangan. Berbagai metode berhitung digunakan, mulai dari menggunakan 10 jari tangan ditambah lagi jari kaki, memakai lidi, mental aritmatika,sempoa, jarimatika, dll. 
     Saya pernah mempelajari teknik berhitung Jarimatika. Ketika mengajarkan metode ini untuk anak usia SD, dengan ukuran anak yang otaknya cukup cerdas, metode ini memang bisa dengan cepat dikuasai. Masalahnya sekarang adalah justru orang tua ingin anaknya pandai berhitung pada usia TK. Ketika metode ini  diajarkan pada anak TK, ternyata hasilnya tidak terlalu optimal. Salah satu penyebabnya karena mereka agak kerepotan memahami rumus-rumus yang diberikan dalam metode ini.
     Akhirnya saya punya ide untuk mengajarkan metode berhitung kombinasi antara simbolisasi jari pada Jarimatika dan mengurutkan angka. Metode ini dinamakan ARITMAJARI. Dengan kesepuluh jari tangan dengan mudah anak-anak dapat mengurutkan bilangan 1 hingga 99. Tak perlu lagi mengangkat jari kaki karena ingin menghitung hingga 20 dan tidak perlu juga menghafal kawan/teman kecil, kawan/teman besar, dll..  ARITMAJARI tidak hanya sekedar mengasah otak anak dengan kemampuan berhitung, tetapi juga melatih kemampuan motorik terutama jari-jari tangan. Dengan mempermudah pembelajaran berhitung terutama penjumlahan dan pengurangan, diharapkan ini menjadi awal bagi anak-anak untuk dapat menyukai matematika yang sering kali disebut sebagai pelajaran yang sulit.
   
     
    

Jumat, 28 September 2012

Minat Baca


Membaca adalah salah satu kebiasaan yang sedini mungkin harus diajarkan pada anak-anak. Kebiasaan ini tentu perlu dicontohkan pula oleh orang tua kepada anak-anaknya. Ibu sebagai sekolah pertama bagi anak juga sangat memerlukan asupan ilmu dan wawasan, salah satunya adalah dengan membaca.   

Sangat miris rasanya, ketika Rasulullah mendapatkan wahyu yang pertama tentang perintah untuk membaca (IQRO’) sedangkan sebagian besar umat muslim sendiri justru sangat sedikit sekali waktunya dipergunakan untuk membaca. Padahal perang saat ini bukan perang senjata, tapi perang pemikiran. Bagaimana umat Islam akan maju jika suhunya belum sama panasnya dengan umat lain. 

Dari hasil survey yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner terhadap 67 orang ibu yang tinggal di sekitar rumah penulis (88% adalah ibu rumah tangga, 6% berprofesi sebagai karyawan, dan 6% berprofesi sebagai guru), beberapa kendala yang dihadapi untuk menghidupkan budaya baca di masyarakat kita adalah:
  1. Keterbatasan ekonomi    Selain  itu harga buku yang memang tidak bisa dibilang murah, membuat orang dengan ekonomi pas-pasan enggan menyisihkan dana untuk membeli buku. walaupun mungkin secara ekonomi mereka memiliki uang yang cukup, mereka akan lebih tertarik untuk membeli baju atau sesuatu yang sifatnya konsumtif.  Dari hasil survey hanya 22% ibu-ibu yang memiliki koleksi buku lebih dari 20 buah. 61 % hanya memiliki paling banyak 10 buah buku.
  2. Gaya hidup. Bagi sebagian orang, buku tidak ditempatkan sebagai sesuatu yang penting. Ketika ada waktu luang, sebagian besar menempatkan nonton TV dan mendengarkan musik sebagai pilihan, membaca buku hanya ditempatkan pada pilihan terakhir. 
  3. Pendidikan. Tingkat pendidikan tentu akan sangat berpengaruh pada orientasi seseorang dalam hal minat baca.
 Tren yang terjadi saat ini memang sangat luar biasa, para orang tua berlomba-lomba ‘menyekolahkan’ anaknya untuk pandai membaca pada usia yang sangat dini (kurang dari 5 tahun), ini terbukti dengan menjamurnya tempat les baca di setiap sudut perumahan, tapi dukungan untuk membudayakan baca sendiri justru diabaikan. Anak-anak tidak difasilitasi untuk mendapatkan buku-buku yang layak dibaca dan dibacakan pada mereka. Memperkenalkan budaya baca bukan hanya sekedar ‘memaksa’ anak untuk pintar membaca, tapi pembiasaan dan memberikan fasilitas yang memadai bagi anak-anak kita berupa sumber-sumber bacaan tentu akan lebih bermanfaat.

Salah satu alternatif cara yang efektif untuk menyediakan sumber bacaan adalah dengan mendirikan rumah baca. Rumah Baca dapat menjadi learning Centre bagi anak dan para orang tua, yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat membaca atau meminjam buku, tapi dapat  menjadi ajang sosialisasi juga menumbuhkan daya imajinasi dan kreativitas bagi anak-anak dengan mengadakan kegiatan seperti mendongeng.

Kamis, 27 September 2012

Manusia Mulia

     Setiap makhluk yang hidup didunia ini pasti punya manfaat. Baik manfaat secara langsung maupun secara tidak langsung. Kadang kita sebagai manusia merasa diri kita paling mulia,sehingga ketika ada makhluk yang menurut kita tak pantas, mereka diremehkan, dicaci, dihina habis-habisan. Padahal mereka semua sama-sama makhluk ciptaan ا للة .
    Kadang kita bertanya, untuk apa makhluk yang menurut kita tak pantas itu diciptakan oleh-Nya?? Untuk apa ا للة menciptakan makhluk seperti binatang anjing atau babi yang justru kemudian diharamkan oleh-Nya ? Mengapa   اللة  menghadirkan anak yang tidak sempurna padahal kedua orang tuanya sangat sempurna fisiknya. Itu semua tentu sudah diskenariokan oleh  اللة sebagai  suatu ujian bagi manusia. Manusia dengan segala kesempurnaan yang dimiliki akan senantiasa diuji tidak hanya dari kekurangan yang dia dapatkan, tapi kelebihan yang dimiliki juga adalah suatu ujian. اللة Yang Maha Rahman, memberikan limpahan kasih-Nya kepada seluruh makhluk yang Dia ciptakan. Tak ada satu pun makhluk yang luput dari sifat ارحمن -Nya. Hewan yang kecil sekalipun tetap mendapat jatah hidup dari-Nya. Cacing yang tinggal jauh di dalam tanah pun tetap bisa makan dan bernafas, ikan yang hidup jauh di dalam laut pun tetap mendapat jatah. Sifat Rahmannya   اللة berlaku pula untuk seluruh umat manusia baik itu beriman atau kafir.
    Kemuliaan bagi seorang manusia bukan hanya dinilai dari fisik. Belum tentu kita yang merasa sempurna bisa dinilai sempurna dan mulia di hadapan اللة  karena "Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi اللة adalah orang yang paling takwa diantara kamu." (QS.Al-Hujurat : 13).  Bisa jadi orang yang sering menghina, tidak lebih mulia dari apa yang dihinanya. Orang yang hidupnya mulia adalah orang yang bisa memuliakan orang lain entah dalam  kata-kata maupun sikap. Semoga   اللة  senantiasa menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang mulia.    

Sabtu, 08 September 2012

Anak Kelahi, Ibu Perang Dingin

Hari ini aku mendengar cerita dari seorang teman yang tetangganya bingung dan nyaris hijrah dari rumah yang ditempati gara-gara tidak tahan dengan kelakuan ibu-ibu di sekitarnya. Hanya karena hal sepele menurutku. Gara-gara anaknya 'iseng' dan berkelahi sama anak tetangga dan akibatnya si ibu tidak terima dengan kenakalan anak tersebut, sehingga terjadilah perang dingin antar tetangga. Sementara para ibu sibuk dengan urusan perang dingin yang tak tuntas dalam waktu 3 hari, anak-anak dalam hitungan jam atau bahkan dalam hitungan menit, tak sampai berhari-hari sudah berteman kembali. Kasus ini tak hanya terjadi di satu tempat. Banyak laporan serupa kudapatkan. Kasus-kasus seperti ini sangat memprihatinkan. Betapa masih banyak ibu-ibu yang belum paham perannya sebagai seorang ibu, sebagai anggota masyarakat dan lebih jauh lagi sebagai seorang Hamba Allah. Seorang ibu seharusnya dapat memahami karakter anak masing-masing. Kalo memang merasa anaknya salah kenapa dibela mati-matian, sampai tetangga harus dimusuhi. Atau kalau memang anaknya yang dinakali kenapa tidak memberikan contoh pada sang anak untuk dapat memaafkan orang lain apalagi terhadap tetangga yang dikira Rasulullah bakal mendapatkan hak waris gara-gara malaikat Jibril senantiasa mewasiatkan untuk berbuat baik pada tetangga.
Tentulah ini bermuara dari belum pahamnya mereka akan nilai-nilai Islam. Mereka mungkin belum paham atau mungkin belum tahu bahwa yang namanya tetangga itu harus dihormati dan dimuliakan, seperti yang tertera dalam hadits “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia memuliakan tetangganya.” (HR. al-Bukhari no. 6019, dari sahabat Abu Syuraih radhiyallahu ‘anhu).
Begitu mulia dan besarnya kedudukan tetangga,  sampai-sampai Allah SWT memasukkannya di dalam 10 hak yang harus dipenuhi oleh seorang hamba sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta’ala (artinya): “Beribadahlah hanya kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36)
Kalaupun kita termasuk orang yang dizolimi gara-gara kita dimusuhi tetangga padahal kita merasa tidak bersalah (setelah introspeksi diri tentunya), maka kedepankanlah sifat pemaaf ... Allah SWT saja tak akan berhenti memberikan ampunan pada hamba-Nya. Mengapa kita harus mengatakan "tiada maaf bagimu" untuk tetangga kita sendiri.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang terbaik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang terbaik kepada tetangganya.”(HR. at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi, dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma)

Wallahu 'alam bisawab